Cinta dan Hubungan
Oleh : Pdt. Dr. Ir. Wignyo Tanto, M.M, M.Th.
Ayat Renungan: 1 Korintus 13:4
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.”
Jika kita bicara soal cinta kasih dan hubungan antarmanusia, maka cinta itu sebenarnya tidak bisa sendirian. Mencintai diri sendiri bukanlah cinta sebab cinta harus melibatkan pihak yang mencintai dan pihak yang dicintai. Dalam 1 Korintus 13:4, firman Tuhan berkata bahwa kasih itu sabar. Ini adalah ciri dari kasih yang benar. Kasih itu tidak marah-marah, tidak cemburu, tidak memegahkan diri atau sombong.
Dalam Kejadian 2:18, Tuhan berfirman bahwa tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Tersirat pesan bahwa sebenarnya manusia itu tidak diciptakan untuk hidup sendiri. Oleh sebab itu, Adam diberi Hawa oleh Tuhan (Kej. 2:22). Meski konteksnya suami-istri, tetapi hal ini juga berlaku bagi semua orang agar kita bersosialisasi, karena manusia adalah makhluk sosial. Dalam interaksi sosial itulah kerohanian kita dibentuk sebab manusia pun adalah makhluk rohani. Tidak ada orang yang bisa hidup sendirian tanpa berbicara kepada siapa pun.
Kita dirancang untuk membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama berdasarkan cinta kasih. Namun, hubungan tidak selalu mudah; di dalamnya pasti akan ada luka, kecewa, konflik, dan pertengkaran, dan itu adalah hal yang wajar. Yang penting di sini ialah sikap hati yang senantiasa belajar dari setiap kejadian.
Kita harus kembali kepada Tuhan, Sang Kasih, yang tidak pernah terluka atau kecewa kepada kita. Tuhan menginginkan semua orang selamat. Dalam 1 Yohanes 4:19, firman Tuhan berkata bahwa, “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” Jika kita tidak mengasihi, itu artinya kita tidak tahu diri.
Hubungan yang baik dibangun dengan dasar cinta kasih, bukan ego. Banyak hubungan menjadi hancur karena cara mencintainya salah, keduanya sama-sama egois dan saling menuntut satu sama lain. Padahal, kasih yang benar adalah kasih yang memberi, bukan menuntut (1 Kor. 13:5). Cinta sejati juga bukan hanya romantis, tetapi juga terlihat dalam pengampunan, kesabaran saat berbeda pendapat, atau menyediakan waktu meskipun sibuk. Banyak orang tidak memiliki cinta karena ketika disakiti mereka langsung membalas. Padahal, orang yang penuh cinta akan tetap mengasihi.
Cinta butuh komitmen. Banyak hubungan yang awalnya penuh gairah, tetapi lama-kelamaan menjadi tawar. Sesungguhnya, kasih yang benar haruslah seperti kasih Tuhan yang senantiasa dan tak bersyarat. Kasih yang benar itu menyembuhkan. Menghukum tidak akan menyembuhkan, tetapi mengasihi akan menyembuhkan. Tidak ada satu pun perselisihan yang tidak bisa diselesaikan, kecuali pihak yang terkait tidak mau berdamai. Kita harus mau meminta maaf, mengampuni, lebih banyak mendengar, dan berdoa. Hidup hanya sekali. Oleh sebab itu, isilah dengan kasih Tuhan setiap saat, karena hanya dengan itulah kita bisa menjadi anak-anak Allah.
“Cinta bukan sekadar perasaan hangat, tetapi komitmen untuk memberi, mengampuni, dan menerima orang lain sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus kepada setiap kita.”