Renungan Pagi – 6 Mei 2025

Kerendahan Hati

Oleh : Pdt. Dr. Ir. Wignyo Tanto, M.M, M.Th.

Ayat Renungan: Filipi 2:7

“melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”

Dunia ini dipenuhi dengan kesombongan. Setiap manusia cenderung sombong dan justru itulah yang menjatuhkan setiap makhluk ciptaan. Mulai dari surga, Lucifer jatuh karena kesombongannya. Malaikat-malaikat lain juga jatuh karena kesombongan mereka yang berani melawan Tuhan. Itu sangat sombong, berani melawan Tuhan dan firman-Nya. Itu kesombongan yang nyata. Hati-hati sebab kita bukan siapa-siapa; kita hanyalah ciptaan. Jangan melawan Sang Pencipta.

Natur dosa yang melekat dalam daging kita cenderung membuat kita menjadi sombong. Inilah celah utama yang menjatuhkan banyak orang.

Bicara soal kerendahan hati, Tuhan Yesus adalah teladan yang sempurna. Ia turun dari takhta-Nya di surga, mengosongkan diri, dan mengambil rupa seorang hamba (Flp. 2:7). Ia bukan manusia biasa, tapi Ia rela menjadi sama dengan manusia. Membaca Alkitab harus sesuai konteks. Mengosongkan diri berarti tadinya Ia tidak kosong. Tadinya, Ia adalah Tuhan. Ia tidak perlu mengosongkan diri jika memang sudah manusia sejak lahir.

Konteks Filipi 2:7 mengajarkan kepada kita bahwa jika Yang Maha Tinggi saja merendahkan diri, siapalah kita meninggikan diri? Kita tidak punya apa-apa, tetapi mau meninggikan diri. Ini keterlaluan. Di mana pun kita berada, jika masih ada kesombongan, itu adalah roh Setan.

Sering kali, orang tidak merasa sombong; ia menganggap dirinya rendah hati, padahal sombong. Lihat saja bahasa tubuh atau cara bicaranya. Kesombongan itu bisa terbaca. Banyak yang sombong karena kekayaan, kekuasaan, atau senioritas. Padahal, Tuhan Yesus yang adalah Anak Tunggal Bapa saja rela merendahkan diri, bahkan lebih rendah dari para malaikat untuk sementara waktu (Ibr. 2:9).

Tuhan Yesus tidak hanya mengajar dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya, sebuah demonstrasi kerendahan hati yang nyata.

Sebagaimana Tuhan Yesus hidup dengan kerendahan hati, kita pun harus hidup dengan kerendahan hati. Jangan banyak bicara tanpa perbuatan.

Mari rendahkan diri kita dengan tindakan yang nyata, melayani, mengampuni, tidak mudah tersinggung, dan lain-lain. Orang yang sakit hati saat diserang sebenarnya adalah orang yang sombong. Padahal, hidup kita sudah ditebus oleh Tuhan. Untuk apa menjadi sombong? Jangan suka menghakimi atau mengkritik orang lain sementara diri sendiri lebih buruk. Banyak orang tidak sadar bahwa ketika mengkritik pun sebenarnya mereka sedang mengkritik hal yang justru mereka lakukan.

Rasul Paulus adalah salah satu contoh orang yang meninggalkan kesombongan. Ia yang tadinya membunuh pengikut Kristus, akhirnya mengosongkan diri dan menganggap segala kemuliaan dunia sebagai sampah dibandingkan dengan kemuliaan Kristus. Apakah gunanya memiliki seluruh dunia jika jiwa kita binasa? Kesombongan tidak ada artinya. Segala sesuatu di dunia ini fana.

Kita harus mengikuti teladan Tuhan Yesus, yaitu dengan mengosongkan diri dan mengisinya dengan kebenaran firman Tuhan. Jika kita benar-benar mengasihi Tuhan, kita pasti akan melakukannya setiap saat.

“Barangsiapa sungguh-sungguh mencintai Tuhan, ia akan hidup dalam kerendahan hati setiap saat.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *