Bahagia Sejati
Oleh : Pdt. Dr. Ir. Wignyo Tanto, M.M, M.Th.
Ayat Renungan: Filipi 4:11
“Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.”
Setiap orang pasti ingin bahagia. Hal ini sangatlah wajar dan normal. Justru orang yang tidak ingin bahagia adalah orang yang tidak normal dan tidak sehat jiwanya. Orang yang jiwanya sehat pasti ingin bahagia. Namun, masalahnya adalah bahagia seperti apa yang kita kejar. Kita tidak ingin bahagia yang semu, palsu, fana, dan sementara. Tentu kita ingin hidup bahagia selamanya. Bahagia sejati harus menjadi dambaan setiap orang, tetapi tidak semua orang mengerti cara meraihnya. Sebagian besar orang hanya tahu bahagia versi fana, yaitu dengan banyak uang, terkenal, dihormati, atau berkuasa, dan lain-lain. Itu tidak salah, tetapi itu bukan bahagia sejati. Banyak orang mengejarnya dengan menghalalkan segala cara, padahal itu justru merugikan dan membinasakan diri sendiri.
Bahagia sejati bukanlah perasaan sementara, melainkan sesuatu yang kekal yang berasal dari Tuhan. Ukuran kebahagiaan sejati bukanlah perasaan kita karena perasaan kita bisa sangat menipu dan tidak stabil. Sesungguhnya, bahagia sejati harus tetap ada meskipun hidup sedang sulit. Dalam Filipi 4:11, Rasul Paulus berkata bahwa, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.” Kita harus merasa cukup dengan keadaan saat ini dan tetap berusaha tanpa ambisi berlebihan, apalagi sampai menghalalkan segala cara.
Sesungguhnya, bahagia yang sejati adalah hidup dalam damai dengan Tuhan setiap saat. Tidak masuk akal jika seseorang merasa bahagia, padahal tidak mengenal Tuhan dan tidak pernah berbuat sesuatu untuk Tuhan. Banyak orang hanya berfantasi sebagai anak Allah tanpa bukti nyata, seperti suami yang mengaku mencintai istrinya, tetapi tidak pernah memberi istrinya apa-apa. Banyak orang sebenarnya tidak takut Tuhan; sudah hidup hanya sekali, tetapi tetap saja mengejar bahagia dari hal-hal fana seperti uang atau ketenaran. Padahal, jika Tuhan tidak mengenalnya, itu bukan bahagia, melainkan kecelakaan, malapetaka di atas segala malapetaka.
Kebahagiaan sejati adalah ketika Tuhan berkenan dengan seluruh hidup kita, terlepas dari keadaan kaya atau miskin, sehat atau sakit, besar atau kecil. Bahagia muncul ketika kita hidup dalam kebenaran, kasih, dan kejujuran. Damai sejahtera dari Tuhan adalah sumber kebahagiaan sejati. Bahagia juga merupakan buah dari iman yang matang dan dewasa. Iman yang benar bukan memaksa Tuhan memberi apa yang kita inginkan, melainkan kepercayaan bahwa Tuhan cukup bagi kita, apa pun keadaannya, dan ketaatan pada kehendak Tuhan. Mazmur 84:12 berkata, “Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya kepada-Mu!”
Sesungguhnya, orang yang bahagia adalah orang yang percaya kepada Tuhan setiap saat dalam segala keadaan, sedangkan orang yang tidak percaya kepada Tuhan hanya merasakan kebahagiaan semu. Jangan mengeraskan hati. Justru dengan memberi, kita menjadi bahagia. Orang yang egois tidak akan pernah bahagia. Carilah kasih dengan saling melayani dan memberi. Bahagia sejati adalah ketika kita mengenal Tuhan dan dikenal Tuhan, hidup dalam perlindungan-Nya setiap saat dan menjadi berkat bagi banyak orang. Sebab, Tuhan Yesus berfirman, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” Melihat Allah berarti mengenal Allah dan kehendak-Nya untuk kita lakukan. Mari buka mata rohani kita, rendahkan hati, dan sambut hari ini dengan pengertian, semangat, dan kebahagiaan yang benar di dalam Tuhan.
“Sesungguhnya, kebahagiaan sejati hanya ada di dalam Tuhan dan kebenaran-Nya.”